Suku Batak Padang Lawas


Suku Batak Padang Lawas, adalah suatu komunitas masyarakat, salah satu dari sekian banyak rumpun Batak. Mereka bermukim di kabupaten Padang Lawas dan kabupaten Padang Lawas Utara yang berada di provinsi Sumatra Utara. Suku Batak Padang Lawas disebut juga sebagai suku Batak Padang Bolak.



Suku Batak Padang Lawas, secara sejarah asal usul kemungkinan besar masih terkait erat dengan suku Batak Mandailing. Sebelumnya orang Batak Padang Lawas diakui sebagai sub-suku dari suku Batak Mandailing. Tapi karena komunitas ini hidup di wilayah yang terpisah dengan masyarakat suku Mandailing, saat ini suku Batak Padang Lawas ini diakui sebagai suku tersendiri yang disebut sebagai suku Padang Lawas atau suku Batak Padang Lawas.



Secara pasti asal usul suku Batak Padang Lawas tidak bisa diungkapkan secara jelas. Tetapi dari cerita rakyat secara turun temurun, dikisahkan bahwa dahulunya mereka berasal dari pembauran antara orang-orang dari sebuah kerajaan yang pernah berdiri di wilayah ini yang terjadi kawin-mawin dengan penduduk setempat. Yang dimaksud dengan kerajaan itu, kemungkinan adalah Kerajaan Holing atau Kerajaan Chola, yang datang dari India Selatan. Kedua kerajaan ini pernah jaya di wilayah ini pada masa lalu. Suatu kesimpulan yang muncul mengatakan bahwa suku Padang Lawas ini, berasal dari pembauran suku Lubu, suku Mandailing dan orang-orang dari Kerajaan. Selain itu di wilayah Padang Lawas ini banyak ditemukan situs-situs kuno dari era kerajaan Hindu Kuno, yang diperkirakan usianya sejak awal abad 1 M, tercatat paling tua dari kerajaan-kerajaan Hindu lainnya yang ada di Indonesia. Dengan penemuan situs-situs ini, menunjukkan bahwa orang Batak yang menetap di sekitar Padang Lawas sudah eksis sejak era kerajaan Hindu Kuno.

Bahasa
Orang Batak Padang Lawas berbicara dalam bahasa Batak Padang Lawas. Bahasa Batak Padang Lawas sendiri dianggap sebagai dialek dari bahasa Mandailing, karena banyak perbendaharaan kata yang sama dan mirip antara bahasa Padang Lawas dengan bahasa Mandailing.

Kepercayaan


Masyarakat suku Padang Lawas secara mayoritas adalah pemeluk agama Islam yang taat. Agama Islam di wilayah ini dibawa oleh pasukan Paderi Minangkabau yang menyerang Tanah Batak di daerah Selatan, yang pada saat itu memang sangat rapuh dan tidak memiliki pertahanan sama sekali. Sehingga pasukan Paderi berhasil melumpuhkan wilayah Selatan Tanah Batak, dan mengislamkan hampir seluruh penduduk di wilayah ini.


Tari Tradisional

Suku Batak Padang Lawas memiliki tarian khas, yang disebut "Tari Tor-Tor". Istilah tarian ini sama dengan istilah tarian pada suku batak lainnya, seperti Toba, Angkola, Simalungun dan Mandailing. Hanya saja memiliki gerak dan cara yang sedikit berbeda. Pada tarian Tor-Tor ini terdiri dari panortor dan pangayapi (panortor berada di posisi depan pangayapi).


Peraturan dalam tarian tortor suku Batak Padang Lawas khususnya daerah Barumun Tengah dan sekitarnya, tidak memperbolehkan memakai alas kaki seperti sepatu kecuali bagi kedua mempelai (bayo pangoli/ pengantin putra dan boru nadioli/ pengantin Putri).

Pakaian Adat



Pakaian tradisional orang Batak Padang Lawas mirip dengan pakaian adat Mandailing. Penutup kepala laki-laki disebut sebagai Happu, dan aksesoris sebagai penutup kepala perempuan disebut dengan istilah Bulang.



Partuturon (Dalihan Na Tolu)

Dalam masyarakat suku Padang Lawas, untuk memanggil atau menyebut orang lain (kata panggilan) disebut partuturon. Dalam tradisi orang Padang Lawas tanpa mengetahui partuturon bisa merusak dan melangggar peraturan yang berlaku dalam adat setempat. Partuturon terdiri dari 3 bagian, yaitu: 
  1. Mora, yaitu bagian kelompok keluarga ibu dan istri. (tulang, tunggane, tulang naposo)
  2. Anakboru, bagian kelompok suami saudara perempuan, suami saudara perempuan ayah, dan suami anak perempuan. (amangboru, lae, bere)
  3. Kahanggi, yaitu bagian kelompok saudara laki-laki ayah (uda/ Paman) sampai ke atas (uwak/ amangtua, oppungsuhut, anak da pahoppu), saudara laki-laki dan anak saudara laki-laki sampai ke bawah.
Tiga partuturon ini juga disebut Dalihan Natolu (Mora, Anak Boru, Kahanggi), yang menjadi induk dari partuturon dalam masyarakat suku Batak Padang Lawas. Sebutan istilah partuturon kemudian berkembang menjadi mora ni mora dan atau pisang raut.

Dalam kehidupan keseharian, masyarakat suku Padang Lawas ini, sebagian besar hidup sebagai petani. Sebagian besar bekerja di perkebunan karet. Selain itu mereka juga bercocok tanam untuk berbagai jenis tanaman sayur-sayuran. Selain itu, memelihara ternak juga menjadi kegiatan penting bagi beberapa penduduk di wilayah Padang Lawas ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar