Pelaksanaan Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan

Gencarnya isu negatif, masalah, dan tuntutan bagi industri sawit merupakan sebuah tantangan bagi perkembangan dunia persawitan. Tantangan tersebut akan terus mengalami eskalasi sehingga dapat mengganggu perkembangan perkelapasawitan di Indonesia.

Berkenaan dengan hal tersebut,  dewasa ini di kalangan pemangku kepentingan perkebunan termasuk kelapa sawit Indonesia telah berkembang wacana dan bahkan telah dijabarkan dalam langkah kongkrit sebagai upaya agar Indonesia memiliki sistem sendiri tentang pembangunan kelapa sawit yang berpedoman pada prinsip berkelanjutan (sustainability) yang berwawasan lingkungan. Sistem yang dimaksud tentunya dikembangkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dan dapat menjawab berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pembangunan kelapa sawit berkelanjutan di Indonesia serta dapat diterima oleh dunia Internasional. Proses penyusunan sistem tersebut tentu dipersiapkan sebaik-baiknya untuk kemudian terus dikomunikasikan dengan seluruh pemangku kepentingan baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Dalam kaitannya dengan tekad untuk mempunyai sistem pembangunan kelapa sawit berkelanjutan yang berwawasan lingkungan sendiri, di samping berpijak pada alasan Indonesia sebagai Negara produsen minyak kelapa sawit terbesar dunia, lebih penting lagi untuk menegaskan bahwa bangsa Indonesia sangat peduli dan tidak mungkin menutup mata dari persoalan global di bidang lingkungan hidup.

Penetapan prinsip sustainability dalam pembangunan kelapa sawit Indonesia yang berwawasan lingkungan tentu berdasar pada 1) komitmen internasional; 2) UUD 1945; 3) UU Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan; 4) referensi kepada tuntutan pembeli dan komitmen dari produsen; 5) Uni Eropa dan seluruh jaringannya di luar negeri hanya akan membeli minyak sawit yangsustainable pada tahun 2015. Di samping itu juga berpedoman pada Commitment International di bawah UNCED Agenda 21 (Global Programme of Action on Sustainable Development) yaitu 1) Rio Earth Summit 1992; 2) Earth Summit +5  1997; 3) World Summit on Sustainable Development 2002 (Johannesburg); 4) International Conference on Financing Development (DOHA Round)-Monterey Consensus. Dimana Hasilnya organisasi PBB ini meminta semua negara sejumlah 178 menerapkansustainable development principles.

Penerapan prinsip sustainability tersebut selanjutnya dijabarkan dalam beberapa kebijakan Pemerintah Indonesia. Diantaranya 1) memberlakukan Peraturan Menteri Pertanian Nomor  26/Permentan/OT.140/2/2007 tanggal 28 Februari 2007 tentang Pedoman Penilaian Usaha Perkebunan; 2) memberlakukan secara resmi mulai Maret 2012 Peraturan Menteri Pertanian Nomor 19/Permentan/OT.140/3/2011 tanggal 29 Maret 2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan (ISPO); 3) membuat kebijakan bahwa kebun kelapa sawit yang sudah mendapat Kelas I, Kelas II, dan Kelas III dapat langsung mengajukan permohonan Sertifikasi ISPO; kebun kelapa sawit Kelas I, Kelas II, dan Kelas III harus menerapkan ISPO paling lambat 31 Desember 2014; dan 4) penerapan ISPO bersifat mandatory (harus/wajib) dalam artian semua ketentuan terkait yang berlaku di Indonesia wajib dipatuhi dan diterapkan oleh seluruh pelaku usaha perkebunan kelapa sawit serta akan ditindak bagi yang melanggar.

Pelaksanaan pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO) tentu tidak terlepas dari adanya tuntutan-tuntutan yang berkembang sebagaimana dikemukakan pada paragraf sebelumnya. Namun demikian, pada dasarnya penerapan Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO)bukan atas tekanan atau permintaan pihak manapun melainkan merupakan sikap dasar Bangsa Indonesia yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945. Dimana dalam perjalanannya, peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan lingkungan hidup yang sudah ada dipandang belum cukup sehingga ditingkatkan menjadi Amanat UUD 1945 melalui amandemen. Pada amandemen ke-empat tahun 2002 pasal 33 ditambahkan ayat (4) yang berbunyi:

Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.”
Pengertian tentang pembangunan berkelanjutan sebagaimana termuat dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah
“Upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.”
Pelaksanaan pembangunan perkebunan berkelanjutan, di samping sebagai amanat UUD 1945 juga sudah diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan yang menyatakan bahwa:

“Perkebunan diselenggarakan berdasarkan atas asas manfaat dan berkelanjutan, keterpaduan, kebersamaan, keterbukaan serta berkeadilan.”
Selanjutnya dalam Pasal 4 UU Perkebunan dinyatakan bahwa perkebunan mempunyai fungsi ekonomi, ekologi dan sosial budaya.
ISPO merupakan tuntunan/guidance pengembangan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan Indonesia yang didasarkan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesiadan merespons tuntutan pasar global.

Adapun tujuan ditetapkannya ISPO adalah meningkatkan kesadaran tentang pentingnya memproduksi minyak sawit lestari; meningkatkan daya saing minyak sawit Indonesia di pasar internasional; mendukung komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi GRK; mendukung  komitmen  unilateral pemerintah Indonesia di Kopenhagen (2009) dan Program Based Line on LOI Indonesia dan Norwegia (2010).Dengan demikian ISPO merupakan mandatory/kewajiban yang harus dilaksanakan oleh seluruh pelaku usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia.

Tujuan lainnya adalah untuk memposisikan pembangunan kelapa sawit sebagai bagian integral dari pembangunan ekonomi Indonesia; memantapkan sikap dasar bangsa Indonesia untuk  memproduksi minyak kelapa sawit berkelanjutan sesuai tuntutan masyarakat global;mendukung komitmen Indonesia dalam pelestarian Sumber Daya Alam dan fungsi lingkungan hidup.

Pelaksanaan sertifikasi ISPO mengacu pada ketentuan nasional (Komite Akreditasi Nasional) dan internasional (ISO). Persyaratan dalam ISPO meliputi 7 prinsip, 39 (41) kriteria dan 128 indikator. Dimana kewajiban yang harus dipenuhi pelaku usaha pengembangan kelapa sawit berkelanjutan meliputi 7 prinsip yaitu 1) Sistem Perizinan dan Manajemen Perkebunan,2) Penerapan Pedoman Teknis Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit, 3) Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan; 4) Tanggung Jawab Terhadap Pekerja, 5) Tanggung Jawab Sosial dan Komunitas, 6) Pemberdayaan Kegiatan Ekonomi Masyarakat, dan 7) Peningkatan Usaha Secara Berkelanjutan.

Para pelaku usaha perkebunan, khususnya perkebunan kelapa sawit Indonesia, dalam perjalanananya tentu menyambut baik gagasan penerapan pengembangan perkebunan berkelanjutan. Baik pada konsep Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dan utamanya konsep Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Meskipun dalam perjalanannya tentu akan menghadapi beberapa permasalahan yang menyangkut aspek kepemerintahan, kelembagaan, dan pelaksanaannya.

Sumber : ditjenbun.pertanian.go.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar