Kelapa sawit sampai saat ini merupakan komoditi unggulan baik bagi masyarakat maupun bagi pelaku agribisnis terutama perusahaan besar. Bagi masyarakat khususnya petani, kelapa sawit merupatan tanaman yang diidam-idamkan sebagai sumber pendapatan keluarga menuju sejahtera. Karena itu permintaan lahan untuk usahatani kelapa sawit sangat tinggi, dari sisi lain untuk melayani permintaan lahan tersebut sangat terbatas. Khusus untuk wilayah Sumatera dan Kalimantan permintaan lahan untuk usahatani kelapa sawit sangat tinggi Hal tersebut disebabkan dikedua wilayah telah berkembang kelapa sawit dan sebagian besar faktor pendukung telah terbangun terutama industri pengolah buah sawit yaitu PKS (pabrik kelapa sawit).
Jika diamati perkembangan luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia
meningkat secara tajam. Pada tahun 2000 luas kebun Kelapa sawit 3,2 juta
ha meningkat menjadi 13,5 juta ha pada tahun 2013 dengan tingkat
pertumbuhan rerata sebesar 11,71% per tahun. Seiring dari perkembangan luas
lahan tersebut juga diikuti oleh peningkatan produksi CPO. Tahun 2000 produksi
CPO sebesar 4,1 juta ton dan tahun 2013 meningkat menjadi 27
juta ton dengan pertumbuhan rerata produksi per tahun sebesar 15,6%.
Bahkan tidak mungkin kedepan produksi CPO Indonesia diprediksi meningkat menjadi
28-30 juta ton per tahun. Kondisi tersebut menyebabkan Indonesia penghasil
utama minyak kelapa sawit dunia.
Perkembangan usahatani kelapa sawit tersebut sangat terasa bagi pemerintah
sebagai sumber devisa negara, Begitu juga bagi petani kelapa sawit yang
merasakan tingkat kesejahteraan mereka meningkat dari waktu kewaktu.
Perkembangan perkebunan kelapa sawit tersebut belum diikuti secara
sempurna dengan sistem pengelolaanya. Pengelolaan perkebunan sawit di Indonesia
masih jauh dari ideal, sehingga merusak lingkungan sekitar. Akibatnya, banyak
tudingan miring, khususnya lembaga mancanegara terhadap sektor perkebunan ini.
Itulah sebabnya, pemerintah melalui Kementerian Pertanian berusaha meredam
tudingan negatif tersebut dengan memberikan sertifikat Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). Dengan ISPO diharapkan
menghindari dan mengurangi dampak pengrusakan lingkungan, emisi gas rumah kaca,
hingga pemicu deforestasi. ISPO adalah suatu kebijakan yang diambil oleh
Pemerintah Indonesia melalui Kementrian Pertanian. Tujuannya adalah
meningkatkan daya saing minyak sawit Indonesia di pasar dunia serta ikut berpartisipasi dalam rangka
memenuhi komitmen Presiden Republik Indonesia untuk mengurangi gas rumah kaca (GRK) serta memberi perhatian terhadap
masalah lingkungan. ISPO dibentuk pada tahun 2009 oleh pemerintah Indonesia
untuk memastikan bahwa semua pihak pengusaha kelapa sawit memenuhi standar
pertanian yang diizinkan.
Usaha pemerintah untuk meredam tundingan miring terhadap kelapa sawit Indonesia
di luar negeri dilakukan melalui kebijakan penerapan ISPO bagi perusahaan
kelapa sawit. Hal tersebut diperlakukan, karena ekspor CPO Indonesia sangat
besar, pemerintah mewajibkan semua perusahaan perkebunan kelapa sawit sampai akhir
tahun 2014 sudah mengantongi ISPO. Saat ini, ada sekitar 2.500 perusahaan
perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Dari jumlah itu, baru sekitar 30
perusahaan yang mengajukan permohonan mendapatkan ISPO. Pemerintah berencana
melarang ekspor CPO yang tidak punya sertifikasi Indonesian
Sustainable Palm Oil(ISPO). Tujuan kebijakan ini adalah untuk
membuktikan kepada dunia, terutama negara-negara Barat bahwa produk CPO
Indonesia ramah lingkungan.
Guna menghindapi atau meredam tundingan negatif terhadap produk CPO Indonesia,
kedepan pemerintah mewajibkan setiap perusahaan yang bergerak di bidang kelapa
sawit diharuskan memiliki sertifikat ISPO. Alasan tersebut bertujuan untuk
melindungi CPO Indonesia di pasar dunia baik dari sisi pesaing minyak nabati
lainnya. Ada beberapa alsan yang dapat diberikan kenapa harus diberlakukan ISPO
tersebut, antara lain:
1.
Perkembangan usahatani kelapa sawit di Indonesia luar biasa
2. Luas lahan kelapa sawit Indonesia sekitar 13,5 juta hektar dan
total produksi sekitar 27 juta ton (tahun 2013), tahun 2014 diprediksi 28-30
juta ton untuk itu perlu dilakukan usaha perlindungan produksi terutama untuk
pasar luar negeri
3. Munculnya tundingan negatif terhadap usahatani kelapa sawit di
Indonesia; 4) usaha pemerintah meredam dengan memberikan sertifikat Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO)
4. Semua perusahaan perkebunan kelapa sawit sampai akhir tahun 2014
sudah mengantongi ISPO.
Sebelum penerapan ISPO di Indonesia, sebenarnya Eropa telah memberlakukan Rountable Sustainable Palm Oil (RSPO), cuma sertifikasi internasional
RSPO bersifat voluntary, untuk memenuhi permintaan pasar. Sebaliknya, ISPO
bersifat mandatory atau wajib. Karena itu ada sanksi bagi perusahaan yang tidak
melakukan sertifikasi ISPO.
Kebijakan pemerintah untuk
menerapkan ISPO pada usahtani kelapa sawit sangat beralasan, antara lain:
Pertama, meningkatkan kesadaran
pengusaha kelapa sawit Indonesia untuk memperbaiki linkungan;
Kedua, meningkatkan daya saing
minyak sawit Indonesia di luar negeri
Ketiga, mendukung program
pengurangan gas rumah kaca dan menjadi persyaratan utama negara pembeli bagi palm oil biodesel.
Karena itu ISPO memberikan
manfaat bagi kita semua baik yang terlibat langsung terhadap kegiatan kelapa
sawit maupun tidak terllibat dari aktivitas tersebut. Lebih khusus lagi manfaat
ISPO, antara lain:
1. Sertifikat ISPO merupakan langkah awal dari bentuk pengakuan
bahwa perkebunan sawit bisa dikelola secara lestari.
2. Perusahaan
sawit yang mendapat ISPO menandakan proses produksinya sudah memperhatikan
keseimbangan alam, sosial, dan ekonomi masyarakat lokal.
Jika dicermati sistem penilaian ISPO ada dua tahap :
Pertama, peran pemerintah.
Caranya, melakukan penilaian usaha perkebunan dan menentukan kelas kebun,
kelas1,2,3 dapat mengajukan untuk disertifikasi
Kedua, lembaga independen. Ini
dilakukan oleh lembaga sertifikasi yang diakreditasi oleh KAN atau punya kerja
sama dengan KAN, bagi perwakilan asing auditor harus memiliki izin kerja.
Bagi perusahaan yang akan
mengurus ISPO, maka persyaratan harus dilengkapi adalah, antara lain:
1) Penerapan pedoman teknis budidaya dan pengolahan kelapa sawit
2) Penundaan
izin lokasi pemberian hak atas tanah untuk usaha perkebunan
3) Pengelolaan dan
pemantauan lingkungan
4) Tanggungjawab terhadap pekerja
5) Tanggungjawab
sosial dan pemberdayaan ekonomi masyarakat
6) Peningkatan usaha secara
berkelanjutan.
Terkait dengan persyaratan tersebut, ada beberapa hal yang
diterapkan dalam pembukaan lahan kelapa sawit baru sesuai prinsip ISPO, antara
lain :
1. Tersedia SOP/ instruksi atau prosedur teknis pembukaan lahan
baru kelapa sawit
2. Pembukaan
lahan dilakukan tanpa bakar dan memperhatikan konservasi lahan
3. Lahan
tidak dapat ditanami dengan kemiringan lebih 30%, lahan gambut dengan
kedalaman lebih 3 meter dan hamparan lebih dari 70%; lahan adat, sumber air,
situs sejarah dan sebagainya tetap dijaga kelestariaanya
4. Sebelum
pembukaan lahan dilakukan wajib melakukan studi kelayakan dan AMDAL
5. Untuk
pembukaan lahan gambut hanya dilakukan pada lahan kawasan budidaya dengan
ketebalan gambut 3 meter, kematangan saprik (matang) dan hemik (setengah matang) dan di bawah gambut
bukan merupakan lapisan pasir kuarsa atau
lapisan tanah sulfat asam
serta mengatur drainase untuk
mengurangi emisi gas rumah kaca
6. Khusus
untuk lahan gambut harus dibangun sistem tata air (water
management) sesuai dengan ketentuan yang berlaku
7. Pembuatan
sarana jalan, terasering, rorak, penanaman tanaman penutup tanah dalam rangka
konservasi lahan
8. Tersedianya
rencana kerja tahunan (RKT) pembukaan lahan baru
9. Kegiatan
pembukaan secara terdokumentasi (dan pernyataan pelaku usaha bahwa pembukaan
lahan dilakukan tanpa bahan bakar.
Pemberian sertifikat ISPO
kepada perusahaan bertujuan untuk potensi pengembangan dan pangsa pasar ke
depan baik internasional maupun nasional. Dari sisi lain membuktikan bahwa
penghargaan kepada perusahaan tersebut dalam aktivitas usahanya telah melakukan
kaidah-kaidah menjaga kelestarian lingkungan, atau telah melakukan usaha
pembangunan perkebunan yang berkelanjutan. Guna mempercepat pelaksanaan ISPO
tersebut diperlukan juga kebijakan pemerintah, antara lain:
1. Pemegang sertifikat ISPO diharapkan memperolah bantuan dana
CSR dari bea keluar (BK) CPO untuk pembinaan petani kelapa sawit
2. Penerima sertifikat ISPO diberikan keringanan pembayaran BK CPO
3. Bagi Perusahaan yang sudah miliki ISPO jangan dipersulit
ekspansi usaha
4. Pemegang ISPO dapat kemudahan memperoleh izin hak guna usaha
(HGU)
5. Pembinaan (sosialisasi) dilakukan kepada petani oleh
lembaga indenpenden, antara lain: Perguruan Tinggi, LSM, dan lembaga lainnya
kemasyrakatan yang peduli terhadap lingkungan.
Sumber
: http://almasdi.staff.unri.ac.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar