Studi Gabungan ISPO - RSPO Bakal Hasilkan 6 Output

Jakarta - Awal November 2013 lalu ISPO dan RSPO telah sepakat melakukan kerjasama dalam bentuk studi tentang standardisasi minyak sawit berkelanjutan. Rencananya studi itu bakal dilakukan badan sertifikasi berdasarkan kapasitas dan pengalaman yang telah terbukti dalam melaksanakan audit yang yangdianggap berhasil untuk kedua skema sertifikasi.

Dalam siaran pers yang diterima InfoSAWIT, Jumat (1/11), harapannya hasil studi itu bakal menghasilkan enamoutput kunci, seperti, pertama, tabulasi komprehensif mengenai persamaan dan perbedaan antara Prinsip-Prinsip danKriteria ISPO dan RSPO. Kedua, pemahaman mengenai persamaan dan perbedaan antara ISPO dan RSPO, termasukpenyertaan petani ke dalam standar sertifikasi.


Ketiga, rekomendasi tentang kemungkinan audit gabungan/paralel bagi standar ISPO dan RSPO,dengan tujuan, antara lain, untuk mengoptimalkan penggunaan sumber daya dan menekanbiaya, keempat, daftar komprehensif mengenai persamaan dan perbedaan dalam 16 kategori area yangdilindungi dan 6 tipe dari area dengan nilai konservasi tinggi (High ConservationValue/HCV).

Lantas kelima, daftar komprehensif mengenai persamaan dan perbedaan antara prinsip Cagar Alam danKeanekaragaman Hayati yang berhubungan dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Penilaian Dampak Lingkungan dan prinsip Nilai Konservasi Tinggi sertapenilaiannya, dan pemahaman komprehensif mengenai relevansi AMDAL terhadappersyaratan HCV (penilaian, pengelolaan dan pemantauan). Output ini juga akan mencakuppemahaman komprehensif tentang persyaratan Emisi Gas Rumah Kaca dalam ISPO danRSPO, beserta metodologinya, dan keenam, pemahaman mengenai implementasi proses Free Prior Informed Concent (FPIC) diIndonesia, sebagaimana disyaratkan oleh RSPO, dan relevansi serta kedudukannya dalamperaturan perudangan Indonesia saat ini.


“Studi ini merupakan inisiatif yang sangat penting antara RSPO dan ISPO yang mengarah pada satutujuan yang sama bagi perwujudan minyak sawit berkelanjutan. Studi gabungan ini jugamerupakan kasus pertama yang pernah dilakukan, dimana sebuah standar internasional berbasissukarela dan sebuah standar nasional wajib bergabung dalam suatu upaya mengeksplorasipeluang-peluang sinergi dan kolaborasi,” ujar juru bicara UNDP. (T2)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar