Protokol Kyoto adalah sebuah amandemen terhadap Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC, sebuah persetujuan internasional
mengenai pemanasan global. Negara-negara yang meratifikasi
protokol ini berkomitmen untuk mengurangi emisi/pengeluaran karbon dioksida dan lima gas rumah kaca lainnya, atau bekerja sama dalam perdagangan emisi jika
mereka menjaga jumlah atau menambah emisi gas-gas tersebut, yang telah
dikaitkan dengan pemanasan global.
Jika sukses diberlakukan,
Protokol Kyoto diprediksi akan mengurangi rata-rata cuaca global antara
0,02 °C dan 0,28 °C pada tahun 2050. (sumber: Nature, Oktober
2003)
Nama resmi persetujuan ini
adalah Kyoto Protocol to the United Nations Framework Convention on Climate
Change (Protokol Kyoto mengenai Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan
Iklim). (1) Ia dinegosiasikan di Kyoto pada Desember 1997,
dibuka untuk penanda tanganan pada 18 Maret 1998 dan ditutup pada 15 Maret 1999. Persetujuan ini
mulai berlaku pada 16 Februari 2005 setelah ratifikasi resmi yang dilakukan Rusia pada 18 November 2004.
Syukurlah para ahli
lingkungan hidup telah sejak lama memperkirakan “tragedi” global warming ini.
Di Stockholm pada Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup Manusia (Human
Environmental) tahun 1972, masyarakat internasional bertemu pertama kalinya
untuk membahas situasi lingkungan hidup secara global. Pada peringatan kedua
puluh tahun pertemuan Stockholm tersebut, digelarlah konferensi bumi di Rio de
Jainero tahun 1992. Di konferensi ini ditandatanganilah Konvensi PBB untuk
Perubahan Iklim (UNFCCC). UNFCC memiliki tujuan utama berupa menstabilkan
konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer hingga berada di tingkat aman.
UNFCCC mengatur lebih lanjut
ketentuan yang mengikat mengenai perubahan iklim ini. Desember 1997 di Kyoto,
Protokol Kyoto ditandatangani oleh 84 negara dan tetap terbuka untuk
ditandatangani/diaksesi sampai Maret 1999 oleh negara-negara lain di Markas
Besar PBB, New York. Protokol ini berkomitmen bagi 38 negara industri untuk
memotong emisi GRK mereka antara tahun 2008 sampai 2012 menjadi 5,2% di bawah
tingkat GRK mereka di tahun 1990.
Ada tiga mekanisme yang diatur di
Protokol Kyoto ini yaitu berupa joint implementation; Clean Development
Mechanism; dan Emission Trading. Joint Implementation (implementasi bersama)
adalah kerja sama antar negara maju
untuk mengurangi emisi GRK mereka. Clean Development Mechanisme (Mekanisme
Penmbangunan Bersih) adalah win-win
solution antara negara maju dan negara berkembang, di mana negara maju berinvestasi di negara berkembang dalam proyek yang
dapat megurangi emisi GRK dengan imbalan
sertifikat pengurangan emisi (CER) bagi
negara maju tersebut. Emission Trading (Perdagangan emisi) adalah perdangan emisi antar negara maju.
Desember 2004, Indonesia
pada akhirnya meratifikasi Protokol Kyoto melalui UU no 17 tahun 2004.
Indonesia akan menerima banyak keuntungan dari Protokol Kyoto. Melalui dana
yang disalurkan Indonesia akan bisa meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi
dengan perubahan iklim ini. Lewat CDM, Indonesia memiliki potensi pengurangan
emisi sampai sebesar 300 juta ton dan diperkirakan bernilai US$ 1,26 miliar.
Kegiatan CDM lainnya yang tengah dipersiapkan di Indonesia adalah mengganti
pembangkit listrik batubara dengan geoterma, dan efisiensi energi untuk
produksi pabrik Indocement.
Tahun 2001, Amerika Serikat
berkeputusan untuk menarik dukungannya terhadap Protokol Kyoto. Keputusan ini
dikecam oleh rakyat Amerika sendiri dan juga oleh pemimpin negara lain di
dunia. Tidak kurang mantan Presiden Jimmy Carter, Michael Gorbachev, bahkan
oleh ilmuwan Stephen Hawking dan aktor Harrison Ford yang membuat surat terbuka
di majalah Time edisi April 2001. Alasan yang dipakai pemerintahan Bush adalah
pengurangan emisi akan mengguncang perekonomian mereka.
Rusia juga sempat menarik
dukungan mereka terhadap Protokol Kyoto. Hal ini sempat membuat dunia khawatir
Protokol Kyoto tidak akan berkekuatan hukum secara internasional karena tidak
memenuhi persyaratannya. Persyaratan Protokol Kyoto yang harus dipenuhi adalah
keharusan bahwa Protokol itu diratifikasi oleh minimal 55 negara dan total
emisi negara maju yang meratifikasi minimal 55% total emisi negara tersebut di
tahun 1990. Tapi akhirnya pada November 2004 Rusia meratifikasi Protokol Kyoto.
Pada 16 Februari 2005 lalu,
setelah melewati perjalanan yang cukup panjang Protokol Kyoto berkekuatan hukum
secara internasional – dan mesti dicatat tanpa diratifikasi Amerika Serikat
yang notabene merupakan kontributor emisi terbesar dunia. Masyarakat seluruh
dunia menyambut gembira dan sebagian besar negara di dunia ber”pesta”
menyambutnya. Namun perlu diingat, Protokol Kyoto pun baru dapat dipraktekkan
di tahun-tahun mendatang sedangkan the damage had been done dan telah dilakukan
dalam kurun waktu yang cukup lama. Tidak ada yang bisa kita lakukan untuk
mewujudkan suhu bumi seperti sedia kala. Meskipun begitu Protokol Kyoto telah
menjadi semacam pengingat bagi seluruh umat manusia untuk tidak bertindak
sebodoh sebelumnya untuk makin merusakkan bumi.
sumber : diambil dari berbagai media
Tidak ada komentar:
Posting Komentar